TANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA REMAJA


MENCIPTAKAN PENDIDIKAN BERKARAKTER DI DALAM DIRI REMAJA
Anak-anak Asrama D'Numb Harekakae, dalam pola pembinaan dan pendidikan karakter untuk menjadi diri mereka sendiri sesuai dengan tuntutan zaman. 


Pada umumnya pendidikan yang diberikan kepada anak didik masih terpaut pada materi semata, namun perlu diketahui bahwa anak didik harus diberikan pula pendidikan berkarakter terhadap mereka sehingga memiliki wawasan yang lebih jauh tentang perilaku dan tutur kata agar mereka mampu menempati posisi pergaulannya didalam masyarakat. Karakter para siswa yang harus dibangun sedini mungkin sehingga kelak mereka bisa bertumbuh menjadi manusia yang berbudi luhur dan berakhlak mulia melalui bimbingan oleh guru yang mampu dalam memberikan pendidikan karakter terutama pada anak dan remaja yang sudah hampir menginjak usia dewasa. Lebih jauh perlu dilihat karena karakter anak-anak bangsa kita masih sangat jauh seperti yang diharapkan oleh masyarakat, bangsa dan negara. 

Kondisi ini sangat memprihatinkan terutama pada anak-anak sekolah di pendidikan menengah, maka hal ini merupakan tanggapan yang sangat serius dan perlu mendapat perhatian ekstra dari setiap komponen yang memiliki kewajiban dalam membangun karakter setiap anak bangsa. Karena generasi muda saat ini merupakan tulang punggung bangsa dan negara dan merekalah yang akan membangun bangsa ini ke depan menjadi lebih baik dan menjadi bangsa yang bermartabat dan berakhlak mulia di mata dunia.

Akan tetapi dari semua komponen yang berperan dalam pendidikan formal harus memiliki satu tujuan selain mencerdaskan anak bangsa tetapi juga harus diberikan pendidikan untuk membentuk karakter para siswa di setiap lembaga pendidikan formal yang saat ini penuh dengan keprihatinan.

Karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Demikian juga perlu dipahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai "ciri atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan seseorang, misalnya lingkungan keluarga pada masa kecil dan juga merupakan bawaan seseorang sejak lahir". Hal yang selaras disampaikan dalam Buku Refleksi Karakter Bangsa yang mengartikan karakter bangsa sebagai kondisi karakter yang merupakan identitas bangsa.

Untuk memahami istilah diatas, kata karakter diambil dari bahasa Yunani yang berarti "to mark" (menandai) istilah ini lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku seseorang. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut mencerminkan perilaku buruk. Sebaliknya, ketika seeorang berperilaku jujur, suka menolong tentulah pribadi orang tersebut mencerminkan perilaku yang mulia. Kedua istilah karakter ini sangat erat kaitannya dengan "personality". Seseorang baru bisa disebut "orang yang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral yang terjadi didalam masyarakat. Jadi, kesimpulannya adalah bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap atau melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri seseorang sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Dari pendapat di atas dipahami bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, yang bernada "positif" bukan netral. Jadi "orang berkarakter" adalah orang yang memiliki kualitas moral (tertentu) positif. Dengan demikian, pendidikan membangun karakter secara tersirat mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau baik, bukan negatif atau buruk. Hal ini didukung oleh Peterson dan Seligman (Gedhe Raka, 2007: 5) yang mengaitkan secara langsung "character strength" dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama dalam "character strength" adalah bahwa karakter tersebut memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun suatu kehidupan yang baik, yang bemanfaat bagi dirinya, orang lain, dan bangsanya.

Pendidikan Berkarakter
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (inkulturasi dan sosialisasi). Anak harus mendapat pendidikan yang menentu dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemanusiaan itu mencakup setidaknya tiga hal penting mendasar, yaitu: (a) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul dan kompetensi estetis; (B) kognitif yang tercermin pada kapasitas daya pikir dan daya intelektual untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (c) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan untuk mengembangkan keterampilan teknis dan kompetensi gerak (kinestetis).

Hidup manusia haruslah diarahkan pada kemajuan, peradaban, budaya, dan persatuan karena manusia pada dasarnya baik secara individu maupun kelompok memiliki apa yang menjadi penentu karakter dan karakternya yaitu semuanya dimulai dari dasar dan ajar. Dasar dapat dilihat sebagai modal atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki. Sedangkan ajar adalah kondisi sifat seseorang yang diperoleh dari jaringan pendidikan atau perubahan yang direncanakan atau diprogramkan.

Membangun Bangsa Yang Berkarakter 
Karakter  bangsa terbangun atau tidak sangat tergantung kepada bangsa itu sendiri. Bila bangsa tersebut memberikan perhatian yang cukup untuk membangun karakter anak-anak bangsanya maka akan terciptalah bangsa yang berkarakter. Di sisi lain bila sekolah dapat memberikan pengembangan karakter kepada para muridnya, maka akan tercipta pula murid yang berkarakter. Demikian pula sebaliknya kita pahami bahwa Tuhan tidak merubah keadaan suatu kaum bila mereka tidak berusaha untuk melakukan perubahan itu sendiri.

Ada lima pilar karakter luhur bangsa Indonesia (1) Transendensi: Menyadari bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Dari kesadaran ini maka akan muncul sikap penghambaan semata-mata pada Tuhan yang Maha Esa. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri dan lingkungan sehingga mampu menjaga dan memakmurkannya. Ketuhanan yang maha Esa; (2) humanisasi: Setiap manusia pada hakekatnya setara di mata Tuhan kecuali ilmu dan ketakwaan yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subjek yang memiliki potensi. Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) kebinekaan: Kesadaran akan adanya sekian banyak perbedaan di dunia. Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan, Asosiasi Indonesia; (4) tentang pembebasan: Kebebasan atas penindasan sesama manusia. Oleh karena itu, tidak dibenarkan adanya penjajahan manusia oleh manusia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan; (5) Keadilan: Keadilan merupakan kunci dari kesejahteraan. Adil berarti sama, tetapi proporsional. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dapat dikemukakan bahwa untuk membangun pendidikan karakter, perlu adanya powerfull ideas, yang menjadi pintu masuk pendidikan karakter ini meliputi: (a) God, the world and Me (gagasan tentang Tuhan, dunia dan saya); (B) Knowing Yourself (memahami diri sendiri); (C) Becoming a Moral Person (menjadi manusia bermoral); (D) Understanding and Being understood Getting Along with Others (memahami dan dipahami); (E) A Sense of Belonging (bekerja sama dengan orang lain); (F) Drawing Strength from the Past (mengambil kekuatan di masa lalu); (G) Making a Difference (membuat perbedaan).

Catatan Dalam Membangun Karakter Anak Bangsa Sejak Dini 
Sistem pendidikan dini yang diberlakukan terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati dan rasa). Pada hal pengembangan karakter lebih terkait dengan optimalisasi otak kanan. Mata pelajaran yang diberikan terkait dengan pendidikan berkarakter (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar untuk "tahu"). Banyak kita temukan murid yang nilai mata pelajaran agamanya tinggi, mungkin 8 atau 9, akan tetapi murid yang bersangkutan pada prinsipnya tidak mengamalkan ajaran agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pembentukan karakter hendaknya dilakukan secara sistematis dan secara berkesinambungan dengan melibatkan aspek "knowledge, feeling, loving dan acting". Pembentukan karakter diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang membutuhkan "latihan otot-otot akhlak" secara terus-menerus agar menjadi kokoh dan kuat.

Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehingga anak beresiko besar mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri. Mengingat bahwa pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia pra sekolah merupakan masa persiapan untuk sekolah yang sesungguhnya, maka penanaman karakter yang baik harus dimulai sejak anak usia dini / pra sekolah.

Selanjutnya dalam rangka "Membangun Bangsa yang Berkarakter Mengacu pada Nilai Agama" harus melalui pengkajian dan pengembangan karakter dengan fokus menanamkan 9 pilar nilai-nilai luhur universal: (1). Cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya; (2). Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian; (3). kejujuran; (4). Hormat dan Santun; (5). Kasih Sayang, Kepedulian, dan Kerja sama; (6). Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah; (7). Keadilan dan Kepemimpinan; (8). Rendah Hati; dan (9). Toleransi, Cinta Damai dan Asosiasi.

Peran Guru Dalam Membangun Karakter Peserta Didik di Sekolah

Berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa faktor guru sangat memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter murid. Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia tidak pernah berhenti dalam menyelenggarakan program pendidikan dalam keadaan bagaimanapun juga. Namun sampai saat ini kondisi bangsa kita mengalami kondisi yang tidak kondusif. Bahkan berkembangnya perilaku baru yang sebelum era globalisasi, kini cenderung meluas antara lain: (a). Meningkatnya kekerasan dalam masyarakat; (B). Penggunaan bahasa dan kata-kata yag memburuk, cenderung tidak menggunakan kata-kata baku; (C). Pengaruh peer-group (gank) yang kuat dalam tindak kekerasan; (D). Meningkatnya perilaku dalam merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas; (E). Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; (F). Menurunnya etos kerja; (G). Semakin rendahnya rasa hormat terhadap orang tua dan guru.

Guru sebagai pendidik yang profesional memiliki tugas utama untuk: (1) mendidik, (2) membimbing, (3) mengarahkan, (4) melatih, (5) menilai, (6) mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Pilar akhlak (moral) dan budi pekerti yang ada didalam diri seseorang sehingga ia menjadi orang yang berkarakter baik (good character) adalah jujur, sabar, rendah hati, tanggung jawab dan rasa hormat yang tercermin dalam kesatuan organisasi / sikap yang harmonis dan dinamis. Tanpa nilai-nilai moral dasar ini (basic moral values) yang senantiasa ada dalam diri seseorang kapan dan dimana saja orang dapat mempertanyakan kadar keimanan dan ketakwaannya. Ciri orang yang kuat imannya antara lain: (1). Secara tulus dia patut pada Tuhannya; (2). Dia tertib dan disiplin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan; (3). Memahami dan menghargai ajaran agama lain sehingga tercipta kehidupan yang toleran; (4). Memperbanyak kerja sama dalam bidang kehidupan sosial, dan lain-lain .


 Sumber:


Baca Juga

>

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Share This Article Now!!!