Di Indonesia ini terlalu sombong kiranya mengatakan
kehidupan bermasyarakatnya berjalan begitu baik dan tentram. Masyarakat
sebaiknya menekankan dirinya untuk tidak menjadi naif dan justru memegang
prinsip bahwa tidak ada yang namanya hidup tanpa suatu masalah. Artinya,
masalah yang ada dalam masyarakat baiknya dipandang sebagai jalan untuk
mencapai suatu tujuan bersama, tujuan yang tentunya dapat membuat kehidupan
bermasyarakat menjadi lebih baik.
Maka demikian, sekarang saatnya masyarakat berpikir
tentang bagaimana caranya mengatasi berbagai macam masalah yang ada. Itu
merupakan titik yang begitu penting karena cara yang salah akan melahirkan
konsekuensi baru. Akan tetapi, di balik upaya masyarakat mencari cara dalam
menyelesaikan masalah ada hal yang menjadi kecenderungan besar pada mereka,
yakni masyarakat terlalu mengandalkan pemerintah untuk mengeksekusi semua
masalah yang terjadi pada kehidupan mereka. Memang benar bahwasanya tugas
pemerintah utamanya adalah menyejahterakan seluruh masyarakatnya, dan benar
juga bahwa pemerintah memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mewujudkan itu
semua. Namun, ada harga yang mesti dibayar oleh masyarakat jika mengharapkan
sepenuhnya kepada pemerintah saja untuk menyelesaikan semua masalah di
masyarakat, yaitu proses perwujudan yang lamban.
Ini mustinya dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi
masyarakat untuk jauh lebih mandiri dalam mengentaskan segala permasalahan
dalam kehidupannya. Ini karena jika masyarakat statusnya telah mandiri, mereka
akan mampu menolong dirinya sendiri dan bahkan bisa langsung menolong
masyarakat di sekitarnya dengan cepat. Alhasil, ini juga akan lebih mempercepat
penyelesaian masalah di lapangan tanpa harus menunggu pemerintah untuk turun
tangan.
Sebuah
rekomendasi untuk alternatif solusi
Ada rekomendasi yang kiranya dapat dijadikan
alternatif dalam mewujudkan harapan soal masyarakat yang mandiri dalam menjawab
suatu permasalahan. Rekomendasi tersebut ada pada dunia pendidikan, persisnya
dengan cara menanamkan pendidikan kerelawanan pada siswa sekolah. Tetapi,
sebelumnya hal ini mesti dicatat yang mana penanaman pendidikan kerelawanan
pada siswa berfokus pada solusi jangka panjang. Maksudnya, ini hakikatnya dalam
rangka pembentukan generasi di masa depan yang siap menjadi masyarakat mandiri tersebut.
Logikanya, dalam menciptakan masyarakat yang mandiri dalam menyelesaikan
masalah tidaklah bisa dikatakan semudah membalikkan telapak tangan, ini tentu
saja membutuhkan proses.
Siswa yang ditanamkan pendidikan kerelawanan ini
diharapkan di masa mendatang akan menjadi masyarakat yang berbeda. Arti berbeda
di sini harfiahnya adalah masyarakat yang mampu secara mandiri dalam
menyelesaikan masalahnya, dan dengan tanggap membantu masyarakat di sekitarnya
dalam menghadapi masalah. Hal ini tentu saja akan sangat membantu kinerja
pemerintah juga. Dengan beban yang relatif berkurang, pemerintah alhasil dapat
sepenuhnya memfokuskan dirinya dalam menangani permasalahan lain yang jauh
lebih berat yang tentu saja masyarakat secara umum tidak bisa menjangkaunya.
Ini semua jelas untuk kesejahteraan bersama.
Aksi kerelawanan
menyimpan banyak manfaat
Kerelawanan merupakan kunci utamanya dalam
rekomendasi ini. Secara pengertian umum, kerelawanan adalah hal-hal yang
berkaitan dengan melakukan kegiatan secara sukarela dalam rangka membantu orang
lain, organisasi, dan lingkungan dengan tanpa mengharapkan suatu imbalan berupa
uang atau materi. Dari pengertian tersebut, hasil akhir memang tidak merujuk
secara spesifik kepada penyelesaian masalah, melainkan jatuh kepada kepekaan,
dan kebersediaan dalam membantu pihak lain yang sedang membutuhkan. Walaupun
begitu, dengan semakin banyaknya pihak yang membantu dalam mengatasi masalah,
beban masalah akan semakin terasa ringan, dan otomatis juga semakin besar pula
peluang dalam menyelesaikan masalah yang sedang digarap.
Kerelawanan itu sendiri sejatinya memiliki unsur
manfaat untuk masyarakat, baik masyarakat yang ditolong maupun masyarakat yang
menolong. Keduanya sama-sama merasakan dampak kerelawanan yang dilakukan
meskipun dengan konteks yang berbeda. Akan tetapi, yang musti disoroti di sini
adalah manfaat kerelawanan dari aspek masyarakat yang menolong karena mereka
yang menolong atau melakukan aksi kerelawanan memiliki porsi manfaat yang jauh
lebih banyak.
Manfaat yang pertama yakni memperkaya pengalaman.
Ini perlu untuk digaris bawahi, pengalaman yang dimaksud berkaitan erat dengan
bidang kerelawanan yang digeluti. Misalnya, aksi kerelawanan yang dimaksud
ruang lingkupnya adalah pendidikan, jadi pengalaman yang diperoleh adalah
pengalaman pendidikan. Dan jika semakin sering masyarakat terjun di bidang
kerelawanan pendidikan, mereka pasti kaya akan pengalaman pendidikan. Terlebih
lagi, pengalaman tersebut tidak sekadar teori saja, namun juga praktiknya
secara langsung. Di sisi lain, andai kata masyarakat terjun dalam kerelawanan
yang lebih variatif, seperti pendidikan, sosial, lingkungan, dan sebagainya,
maka cukup jelas mereka akan kaya dengan berbagai pengalaman yang variatif
tadi. Ini adalah sebuah keuntungan besar bagi masyarakat yang memiliki banyak
pengalaman karena mereka nantinya bisa menghadapi dan menyelesaikan masalah
dari berbagai macam sudut pandang.
Keterampilan sosial adalah manfaat kedua yang dapat
diambil dalam kegiatan kerelawanan. Ini nyata karena kegiatan kerelawanan
melibatkan banyak orang sehingga ini mampu mengasah keterampilan sosial,
khususnya dalam konteks komunikasi dan penyelesaian masalah. Banyaknya orang
yang terlibat dalam kerelawanan akan melahirkan banyaknya interaksi sosial.
Dengan intensnya interaksi sosial tersebut, maka otomatis bisa meningkatkan
kemahiran dalam berkomunikasi pada diri seseorang. Di samping itu, kegiatan
kerelawanan hakikatnya berada pada zona merah atau wilayah yang penuh dengan
masalah. Untuk menyelesaikan masalah tentu saja caranya adalah dengan
menghadapinya. Oleh karena itu, semakin sering masyarakat menghadapi masalah,
semakin mereka tahu betul tentang masalah tersebut. Dan jika mereka semakin
tahu masalah apa yang sedang mereka hadapi, maka semakin mudah pula bagi mereka
untuk mengatasinya.
Kerelawanan mampu mengajarkan makna hidup kepada
seseorang. Manfaat kerelawanan yang satu ini tentunya tidak bisa dipandang
sebelah mata. Hal ini baik secara esensi dan substansi. Terlibat dalam aksi
kerelawanan nyatanya membenturkan dua realitas yang berbanding terbalik antara
realitas si penolong dan yang ditolong. Si penolong yang melihat langsung
tabrakan realitas itu diasumsikan akan belajar banyak tentang arti sebuah
kehidupan dan semakin bersyukur dari keberuntungan yang dimilikinya pada waktu
itu. Dan inilah yang pada akhirnya menstimulus kepekaan antar sesama dalam
menjalankan peran kehidupan.
Mengapa siswa
sekolah?
Alasan dasarnya mengapa sasaran pendidikan
kerelawanan adalah sederhana. Ini karena siswa sekolah merupakan generasi yang
akan meneruskan warisan dari generasi sebelumnya. Maka dari itu, masyarakat
yang ada saat ini perlu menanamkan pendidikan kerelawanan agar upaya
menciptakan masyarakat yang mandiri di masa depan bisa terwujud.
Terlebih lagi, pembelajaran pada siswa sekolah
menggunakan konsep pedagogi dalam belajar. Pedagogi ini mengandung unsur behaviorism
dan constructivism, sehingga jika ingin menanamkan pendidikan kerelawanan, maka
siswa sekolah adalah pilihan yang tepat. Behaviorism dan constructivism
merupakan dua hal penting yang berkontribusi dalam pembentukan self-being dan
karakteristik saat memasuki usia dewasa.
Poin behaviorism pada pedagogi utamanya berfungsi
untuk merangsang dan membentuk perilaku siswa yang positif. Ini tentu saja
mengandalkan guru sebagai pemegang peran utama. Teknisnya, guru memberikan
instruksi secara verbal dan nonverbal, serta memberikan contoh perilaku yang
positif secara langsung kepada siswa yang bersangkutan. Siswa itu sendiri
sangat lihai dalam mencontoh hal-hal yang dilakukan atau ditunjukkan oleh guru
maupun orang dewasa karena meniru pada usia siswa merupakan proses belajar yang
alami dalam dirinya.
Sementara constructuvism berfungsi merangsang dan
membentuk sikap dan pemikiran dewasa si siswa. Berbeda halnya dengan behaviorism
yang menempatkan guru sebagai pusatnya, constructivism justru menjadikan siswa
sebagai titik tengahnya. Peran guru hanyalah sebagai pemandunya saja. Ini
karena constuctivism mengedepankan pengalaman sebagai proses belajarnya. Siswa
diberikan kebebasan untuk saling berinteraksi dan mengeksplorasi subyek
belajarnya sendiri, bahkan sampai proses pemecahan masalah jikalau ada.
Dari behaviorism dan constructivism yang ada dalam
pedagogi inilah dapat dipastikan bahwa menanamkan pendidikan kerelawanan memang
pas jika targetnya adalah siswa sekolah. Pendidikan kerelawanan yang memiliki
nilai simpati dan empati, semangat kolaborasi, keterampilan penyelesaian
masalah, dan juga pengetahuan terhadap realitas masyarakat akan melekat erat
pada diri siswa, dan kemudian membentuk karakternya menjadi masyarakat masa
depan yang mandiri dalam menyelesaikan masalah.
Cara menanamkan pendidikan kerelawanan pada siswa
Sebenarnya, masyarakat Indonesia secara umum,
termasuk siswa sekolah, sudah akrab dengan aspek kerelawanan ini, tapi mereka
mengenalnya dengan istilah lain, yakni gotong royong. Meski demikian, soal
menanamkan pendidikan kerelawanan pada siswa harus dilaksanakan dengan
kesadaran yang penuh, dan keseriusan yang menyeluruh. Dukungan yang besar dari
kurikulum, sistem pembelajaran sekolah, dan guru juga harus senantiasa
bersinergi karena hanya dengan sinergi itulah ekosistem pendidikan kerelawanan
bisa benar-benar teraplikasikan dan berkelanjutan.
Sejatinya banyak cara menanamkan pendidikan
kerelawanan pada siswa. Sekolah dapat secara independen melakukannya atau bisa
juga dengan berkolaborasi dengan organisasi non-profit. Salah satu cara jika
sekolah memilih jalan independen yakni memfasilitasi siswanya untuk mengadakan
proyek sosial berbasis kerelawanan. Teknis sederhananya adalah galang dana guna
membantu masyarakat yang sedang membutuhkan, atau terjun langsung ke masyarakat
untuk melakukan bakti sosial. Kegiatan kerelawanan seperti ini musti
difasilitasi oleh sekolah secara berkala karena tujuannya besarnya adalah
pendidikan.
Sementara itu, jika mengambil langkah kolaborasi
dengan organisasi non-profit, perlu penanganan yang jauh lebih komprehensif.
Teknisnya bisa didahului dengan sosialisasi kepada siswa yang terlibat dalam
kerelawanan. Sosialisasi ini fungsinya adalah pembekalan diri tentang dunia
kerelawanan dan organisasi non-profit, dan edukasi terhadap masalah yang ada
pada masyarakat. Arahan praktik kerelawanan menjadi tahapan selanjutnya. Siswa
diinstruksikan sejelas mungkin untuk turut serta membantu dalam setiap proses
kerelawanan. Tidak hanya itu, siswa pun juga dibimbing untuk menindaklanjuti hasil
kegiatan kerelawanan. Ini agar menjadi pembelajaran bagi siswa terhadap rasa
tanggung jawab atas aksi kerelawanan yang telah dilakukan, dan menjaga kepekaan
sosial antar dirinya dan masyarakat.
Kerelawanan baiknya menjadi garda terdepan dari
setiap individu masyarakat dalam berupaya menyelesaikan suatu permasalahan.
Aspek ini merupakan alternative cara tercepatnya ketimbang harus menunggu
uluran tangan pemerintah. Ini perlu diingat bahwa tangan pemerintah sering kali
tidak sampai menjulur hingga ke dasar. Oleh karena itu, kerelawan adalah bentuk
aksi akar rumput yang tanggap dan siap berdiri pada jajaran bottom of the
pyramid.
Maka dalam rangka terciptanya tatanan masyarakat di
masa depan yang mandiri dalam mengatasi masalah. Mulai sekarang ini perlu untuk
menanamkan pendidikan kerelawanan pada siswa, kepada generasi muda khususnya.
Indonesia di masa depan adalah Indonesia senantiasa bersatu membasmi
permasalahan dan menjadi Indonesia yang jaya.