HIDUP ADALAH SEBUAH PERJALANAN
Hidup adalah sebuah perjalanan. Demikian salah
seorang guru kehidupan pernah berkata. Dan karena hidup adalah sebuah
perjalanan, maka tugas kita hanya berjalan dan terus berjalan, hingga kita
sampai di tempat tujuan.
Perjalanan macam apakah kehidupan? Berjalan kemanakah kehidupan kita? Bagaimanakah kita menjalani kehidupan kita? Pertanyaan seperti itulah yang akan muncul jika kita menganalogikan kehidupan seperti sebuah perjalanan.
Perjalanan kehidupan kita dimulai dari awal
kedatangan kita di dunia ini, keluar dari rahim seorang ibu, dan mulai
mendapatkan kasih saying serta bermacam-macam berkah. Kemudian kita sedikit
demi sedikit bertumbuh menjadi seorang manusia yang memiliki kepribadiannya
sendiri. Kita mulai menentukan pilihan kita, mulai berputar dalam perilaku baik
buruk, mulai terbingungkan oleh realita dan idealism, mulai tidak mengerti,
mulai menyerah, lalu mulai tercerahkan lagi. Banyak hal yang kita alami dalam
kehidupan. Sangat banyak. Apa pun yang kita alami, bagaimana pun kehidupan
kita, yang harus kita lakukan adalah tetap berjalan, terus berjalan melangkah
dalam kehidupan kita.
Namun terkadang kita dipaksa untuk menyerah,
dipaksa untuk berhenti melangkah. Ada kalanya kita menjadi demikian putus asa,
merasa tak berdaya dan tak mampu lagi melakukan apa-apa. Ada saat-saat dimana
kita berada dalam titik nadir, berada dan tenggelam begitu jauh di lembah
keperpurukan. Entah apa masalah atau alasan dibalik keterpurukan itu, namun
kebanyakan kita pasti pernah mengalami hal semacam itu. Dalam kondisi atau
keadaan itu, pikiran kita yang telah sama lelahnya dengan berbagai aspek dalam
kehidupan kita mungkin berbisik, “aku menyerah. Aku tak sanggup untuk berjalan
lagi”. Saya pernah mengalami masa dimana satu-satunya pilihan yang tersedia
untuk saya hanya berhenti melangkah, menyerah karena saking tidak berdayanya.
Saya telah mencoba semua cara, semua pendekatan, namun saya tak bisa membuat
keadaan lebih baik. Karena itu, saya tak akan menyalahkan siapa pun diantara
anda yang hendak menyerah.
Namun kemudian saya sadar. Saya telah melangkah
begitu jauh. Terlalu jauh malah. Saya tidak mungkin kembali (dan perjalanan
hidup adalah sama seperti perjalanan waktu, dimana sekali kita melangkah kita
tak akan mampu lagi untuk mundur atau kembali), namun energi saya untuk terus
melangkah juga telah habis. Di pikiran saya hanya satu, saya harus berhenti
melangkah dan duduk menunggu mati, atau mengumpulkan sisa-sisa tenaga saya
untuk terus melangkah. Harapan membuat saya lebih kuat. Harapan memberikan
cahaya penerangan diantara gelapnya situasi yang saya alami. Saya melangkah
sedikit demi sedikit, terus berjuang menghadapi masalah yang tidak bisa saya
selesaikan, sambil berharap akan muncul pertolongan, akan muncul sesuatu yang
bisa menambah energy saya. Saya melangkah, dan terus melangkah.
Namun saya tidak berani mengharapkan keadaan
akan benar-benar sama seperti apa yang saya harapkan. Mengharapkan semua tak
pernah terjadi, dan mengharapkan yang terjadi adalah apa yang kita inginkan,
pada waktu itu terasa begitu menakutkan. Takut untuk kecewa membuat saya
berhenti berharap. Saya hanya menjaga harapan untuk berada dalam proporsi yang
sesuai. Agar saya bisa terus melangkah, tanpa terrlalu banyak kecewa. Namun
ternyata, setelah melangkah dan terus melangkah sekian lama, saya masih belum
sampai di tempat tujuan (terselesaikannya masalah tersebut). Setiap kali
harapan menipis, maka godaan untuk menyerah menjadi makin besar.
Dan dalam perjalanan itu. Perjalanan yang
menyakitkan itu, saya melupakan satu hal. Bahwa bukan tujuannya yang mutlak
penting, namun juga bagaimana berjalan, bagaimana menikmati kelelahan dalam
perjalanan, bagaiaman memanfaatkan segala sumber energi yang tersedia kaya raya
di sekitar kita (yang selama ini saya menutup diri darinya), dan bagaimana
menikmati tiap langkah agar tidak terasa sebagai beban. Saya melupakan
kebijakan yang tersimpan di balik situasi yang tengah saya alami. Saya hanya
cenderung berpikir bahwa “perjalanan” saya adalah kutukan, beban dan
penderitaan. Padahal, darinya, dari situasi yang menyesakkan tersebut, saya
belajar begitu banyak hal. Bahkan saya menulis buku ini melalui serangkaian
renungan itu.
Tiba-tiba saja, perjalanannya terasa lebih menyenangkan, karena ada hal-hal yang bisa dinikmati dan disyukuri. Meski tujuannya masih jauh (atau mungkin malah sudah dekat), saya masih bisa menikmati perjalanannya. Dan semua ini membuat saya tetap melangkah. Saat kita belum tahu kemana kehidupan akan menuntun kita, maka menikmati perjalanan ddan segala hal yang disajikannya adalah sesuatu yang sangat membantu, agar perjalanan kita tidak terasa seperti beban atau kutukan. Saya belajar satu hal yang sangat penting, menikmati kondisi keterpurukan, sambil terus mencari kebijakan yang tersimpan di dalamnya agar semua itu tidak lewat begitu saja. Jadi, untuk pertanyaan “kemanakah kehidupan menuntun kita?” tidak ada jawaban yang pasti. Semua begitu variatif. Namun yang pasti, melangkahlah dan terus melangkah bersama kehidupan. Nikmati segala hadiah yang disediakan dalam perjalanan itu sampai kita nanti sampai di tempat tujuan. Semakin anda peka dan tenteram dalam melangkah, semakin banyak sumber daya yang bisa anda dapatkan untuk membantu anda terus melangkah. Lalu, kita sampai pada pertanyaan yang sangat penting, bagaimanakah kita harusnya menjalani perjalanan kehidupan kita itu? Pertanyaan yang sangat sulit, namun jawabannya sangat sederhana: TERSERAH ANDA! Lha? Kok bisa? Ya, bisa saja. Dan memang demikian.
Tuhan telah memberikan kebebasan pada manusia.
Manusia boleh terus melangkah, dan boleh menyerah. Dan kalau memutuskan untuk
terus melangkah pun terserah dengan cara bagaimana. Namun ada hal-hal yang
perlu kita pertimbangkan. Cara anda berjalan menentukan energi yang bisa anda
simpan selama berada dalam perjalanan. Kehati-hatian anda dalam melangkah akan
membuat anda tetap berada di jalur yang benar, bukan malah menyesatkan anda ke
hutan terlarang yang menyimpan banyak bahaya. Dan seni anda dalam menikmati
perjalanan tersebut akan sangat menentukan seberapa nikmat dan menyenangkan
jadinya perjalanan kehidupan anda.
Jika hidup adalah sebuah perjalanan, maukah anda
tetap melangkah? Saya yakin jawabannya pasti “mau”, asalkan anda tahu bagaimana
melangkah dengan benar, bagaimana menjaga agar anda tetap berada di jalur yang
benar, dan tahu bagaimana menikmati perjalanan anda itu. Lalu, pertanyaan lain
yang sama pentingnya, “bagaimanakah caranya untuk menikmati sebuah perjalanan
yang jauh dan kadang tak tentu arah dan tujuannya?”.
Santai saja, kawan…
Jika anda terlalu serius, terlalu terburu-buru,
bagaimana mungkin anda bisa menikmati perjalanan anda? belajarlah membuat hidup
menjadi sedikit santai. Bernyanyilah sesekali, lakukan hobi yang bisa membuat
anda flow. Lakukan apa saaj yang bisa membuat otak anda fresh. Latihan meditasi
dan Yoga bisa jadi adalah alternative yang bagus untuk anda. Kemudian, anda
harus menemukan maksud dan tujuan dibalik perjalanan anda. cobalah untuk
mengungkapkan maksud baik Tuhan dibalik semua yang anda alami, maka segalanya
akan menjadi lebih meneduhkan. Hal yang membuat kita begitu terbebani dalam
berbagai situasi yang kita alami adalah ketidak mampuan kita dalam
mengungkapkan maksud baik Tuhan dibalik semua yang sedang kita alami itu. Lalu,
kita berprasangka seolah semua yang kita alami adalah tanda kebencian Tuhan dan
ketidak beruntungan nasib kita.
Jadi teruslah melangkah dengan terus menikmati perjalanan dengan cara membuat perjalanan jadi “santai”, dan mengungkap maksud baik Tuhan dibalik perjalanan yang sedang kita tempuh.
Baca Juga
>